SELAMAT DATANG DI BLOG SD NEGERI 1 SUCEN KECAMATAN GEMAWANG KABUPATEN TEMANGGUNG

Minggu, 16 Juni 2013

BESUDUT, ANAK RIMBA PERTAMA YANG LULUS UN DAN INGIN MENJADI GURU

Jakarta--Besudut, begitulah nama aslinya sebagai anak rimba. Ia merupakan seorang anak dari Suku Anak Dalam di hutan rimba yang terletak di Taman Nasional Bukit Dua Belas Makekal, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. Semangatnya untuk mengikuti pendidikan formal di luar hutan, menjadikan Besudut sebagai satu-satunya anak rimba yang mengenyam pendidikan formal dan lulus ujian nasional (UN) tingkat SMA. Padahal keputusannya untuk bersekolah itu melanggar hukum adat di lingkungan Suku Anak Dalam. Ia pun dikucilkan dari komunitasnya. Besudut lalu mengubah namanya menjadi Irman Jalil. 

Perkenalannya dengan dunia pendidikan dimulai pada tahun 2000, dengan mengikuti pendidikan informal bersama seorang relawan bernama Butet Manurung yang masuk ke hutan, dan menawarkan untuk mengajar mereka. Karena belajar atau bersekolah dilarang dalam hukum adat, maka anak-anak di Suku Anak Dalam tidak berani menerima tawaran Butet Manurung. Namun Besudut dan dua temannya memiliki motivasi yang tinggi untuk bisa membaca, berhitung, serta mengenal dunia luar. Mereka bertiga pun belajar dari Butet hingga tahun 2003.

"Kami dilarang sekolah karena merusak adat," tutur Besudut dengan logat khasnya. Namun ia sadar, pendidikan adalah hak setiap orang. Karena itu ia pun nekat meninggalkan komunitas adatnya demi bersekolah. Usai belajar dari Butet, dua temannya memutuskan untuk menyudahi pengalaman belajarnya. Namun Besudut memutuskan untuk melanjutkan sekolah, dan merantau ke Kota Jambi. Ia melanjutkan pendidikannya dengan pendidikan alternatif di WARSI, yaitu Warung Informasi dan Konservasi. Tahun 2004 ia masuk SD, dan langsung masuk kelas 4 SD setelah melalui tes. Namun di pertengahan tahun, ia diperbolehkan langsung naik ke kelas 5. Sehingga dalam waktu 1,5 tahun Besudut pun lulus SD, dengan nama Irman Jalil.

Tantangan diterimanya saat ia duduk di kelas 2 SMP. Menjelang ujian kenaikan kelas, Besudut justru kembali ke hutan. Saat itu ia merasakan tidak ingin bersekolah. Sebagai anak rimba yang telah melanggar adat, saat kembali ke komunitas adatnya, Besudut pun mendapat sanksi. Ia diharuskan membayar denda berupa kain. Dibantu orangtua dan teman-temannya, ia pun membayar sanksi adat tersebut dengan memberikan beberapa kain. Besudut mengalami demotivasi untuk bersekolah, tapi tidak bagi guru-gurunya. Guru-guru Besudut terus mengajaknya untuk kembali ke sekolah hingga akhirnya ia pun bersedia.
Besudut, alias Irman Jalil, berhasil menamatkan sekolahnya hingga SMA, di usia 21 tahun. Ia menjadi satu-satunya anak rimba yang mengenyam pendidikan formal, dan resmi lulus UN dengan nilai yang cukup memuaskan, yaitu 32,40. Itu berarti rata-rata nilai UNnya adalah 6,4. Sedangkan nilai ujian sekolah Besudut sebesar 48,14, yang berarti rata-ratanya 8,02.

Usai dinyatakan lulus UN, Besudut berniat melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Ia penasaran, seperti apa pendidikan di perkuliahan. Terlebih lagi, Besudut memiliki cita-cita menjadi guru. "Saya satu-satunya dari Suku Anak Dalam yang sudah lulus SMA. Saya ingin ambil PGSD supaya bisa mengajar," tuturnya. Besudut memiliki cita-cita mulia menjadi guru, supaya bisa mengajar kelompok adatnya, Suku Anak Dalam, sehingga mereka pun bisa membaca, menulis dan berhitung.

Ada cerita menarik yang disampaikan Besudut mengenai kemampuan membaca di kelompok adatnya. Suatu hari datang surat dari Kepala Desa Tanah Garo yang ditujukan untuk Kepala Suku Anak Dalam. Namun sang pemimpin adat tidak bisa membaca surat tersebut. Begitu pula dengan orang tua lain. Para pemimpin adat pun memanggil Besudut dan dua temannya yang pernah belajar membaca dengan Butet Manurung. Semua orang tua pun berkumpul untuk mendengarkan surat yang dibaca ketiganya. Mereka diminta persatu-satu untuk membaca surat tersebut. "Ternyata bunyinya sama, baru mereka percaya," tutur Besudut mengisahkan pengalamannya.

Hal itu pula yang memotivasi Besudut untuk menjadi guru dan mengajar di kelompok adatnya. Ia melihat, sebenarnya anak-anak di Suku Anak Dalam memiliki keinginan untuk bersekolah, namun tidak diizinkan orangtuanya karena dianggap melanggar adat. Semangat dan tekad Besudut pun diapresiasi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, yang memberikan akses kepadanya untuk berkuliah di Universitas Jambi. (DM/js)